Padepokan Seni Bagong Kussudiardja

Menonton Sedap Malam

Akbar Yumni, peraih Hibah Seni PSBK 2021 asal DKI Jakarta dengan Dhianita Kusuma Pertiwi akan membawakan sebuah lecture performance dengan judul Menonton ‘Sedap Malam’ (1951), Ratna Asmara: Reenactment Adegan dan Sound Dialog Film dalam platform Jagongan Wagen edisi Oktober 2021. Dalam karya ini mereka akan menghadirkan reenactment dari film ‘Sedap Malam’.

Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) kembali mempersembahkan Jagongan Wagen (JW) di bulan September tahun 2021 dengan menampilkan karya kolaborasi dari Akbar Yumni & Dhianita Kusuma Pertiwi yang berjudul Menonton ‘Sedap Malam’ (1951), Ratna Asmara: Reenactment Adegan dan Sound Dialog Film. Karya ini merupakan persembahan kelima yang tayang dalam platform Jagongan Wagen di tahun ini. PSBK akan menampilkan premiere karya baru ini di website jagonganwagen.psbk.or.id yang dapat diakses mulai Jumat, 29 Oktober 2021 pukul 19:30 WIB. Penayangan Jagongan Wagen juga disertai dengan adanya Closed Caption bagi audiens dengan difabilitas.

Proses kurasi karya ini sudah berlangsung sejak bulan September 2021 dengan sistem hybrid. Produksi karya dimulai pada awaln bulan Oktober di kompleks Padepokan Seni Bagong Kussudiardja.

Tentang Karya

Film “Sedap Malam” (1951) adalah sebuah film karya sutradara perempuan pertama di Indonesia bernama Ratna Asmara. Film “Sedap Malam” juga merupakan sebuah film produksi Persari (Perseroaan Artis Indonesia)—perusahaan  film bangsa Indonesia yang pertama bersama Perfini—yang pertama. Secara isu, film ini cukup minor di jamanannya, karena menceritakan tentang kisah seorang pelacur Film “Sedap Malam” adalah salah satu film yang arsipnya sudah tidak diketahui keberadaannya. Beradasarkan jejak arsip yang tersisa, berupa foto dan teks yang berasal dari majalah-majalah yang mengulas film tersebut dimasanya, pertunjukan reenactment ini berusaha menghadrkan kembali film tersebut berdasarkan jejak arsip.

Tentu saja reenactment bukan rekontruksi, atau kepercayaan terhadap masa lalu yang bisa dihadirkan secara presisi. Reenactment semacam membangun gambaran bersama penoton tentang film “Sedang Malam” melalui memori. Konteks memori di atas materi, atau sinema di atas film, merujuk pendapat Christian Metz bahwa film adalah tulisan, dan sinema adalah bahasa. Yang dimungkinkan di reenactment adalah sinemanya, dan bukan filmnya.

Tentang Seniman

Akbar Yumni adalah kurator dan selektor Arkipel (Jakarta International Experimental and Documentary Film Festival) pada 2013-2019. Aktif di Komunitas Forum Lenteng Jakarta 2007-2019. Menulis di www.jurnalfootage.net. Ia sempat menjalani pendidikan S1 di STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, Jakarta. Mengkuti Curator Academy, Theatre Work-Goethe Institut, 24-28 Januari 2018, Singapura, serta Visitor dan Partisipan pada program Akademi di  Impulse Theatre Festival di Mullheim an de Ruhr, Jerman, 10-22 Juni 2018. Kini aktif menekuni reenactment performance melalui karyanya yang berjudul Menonton Turang (2018-2019), dan Menonton Daerah Hilang (2020). Ia mendapatkan Hibah Seni Kelola 2020.

Dhianita Kusuma Pertiwi meraih Nusantara Academic Award 2020 untuk tesisnya yang mengkaji lakon wayang Sesaji Raja Suya. Dhianita telah menerbitkan kumpulan naskah drama Pasar Malam untuk Brojo (2016), novel fiksi sejarah Buku Harian Keluarga Kiri (2019), prosa spekulatif Menanam Gamang (2020), kajian lakon wayang kulit Sesaji Raja Suya: Kuasa dan Rasa (2021), dan ensiklopedia istilah Mengenal Orde Baru (2021). Saat ini menjadi redaktur Footnote Press di samping menerbitkan artikel tentang sejarah dan isu sosial-politik Indonesia setiap akhir pekan di situs pribadinya, dhiandharti.com

SHARE

subscribe icon
Stay connected with PSBK.