Potret Diri

Secara visual, potret adalah representasi atau penggambaran diri seseorang. Cara pembuatan yang paling lazim adalah memusatkan perhatian pada ekspresi wajah dan suasana hati subyek. Sementara dalam sastra, potret adalah gambaran atau analisis mengenai seseorang atau sesuatu, tentang pemikiran, wawasan, renungan, dan hal-hal lain di sebalik yang tampak. Dalam keduanya, ada kesadaran dan kesengajaan untuk menata komposisi demi mendapat respon tertentu dari penonton.

Pada pertunjukan ini, kita bertemu dan berinteraksi dengan seorang aktor yang menceritakan kisah hidupnya sendiri, setidaknya dia menganggap demikian. Alih-alih menampilkan bagian-bagian yang menyenangkan atau membanggakan, dia lebih memilih mengambil dari ingatan tanpa penilaian baik atau buruk. Pilihan yang jarang kita temui akhir-akhir ini, saat kebanyakan orang sibuk berlomba untuk terlihat menjadi yang terbahagia, tersukses, terkaya, terkenal, atau setidaknya terlihat demikian.

Menempatkan penonton sebagai teman bicara setara (yang pasif), adalah usaha aktor untuk mengatasi jarak antara penampil dan penonton. Menyempitnya jarak ini membantunya mengolah tema yang kurang lazim sebagai bahan pembicaraan di ruang publik dan menegaskan kemampuan seni dalam mengolah sisi buruk kehidupan menjadi hal yang lebih baik dan konstruktif. Sesuatu yang banyak kita butuhkan akhir-akhir ini.

Dengan dukungan seniman lain, Ari Dwianto mendapat kesempatan mempresentasikan karyanya, untuk pertama kali (premiere) dalam Jagongan Wagen edisi Maret 2017 ini.

 

Seniman-seniman yang terlibat dalam proses kolaborasi serta sajian Jagongan Wagen Edisi Maret 2017 ini adalah :

  1. Ficky Tri Sanjaya (Seniman Teater)
  2. Hengga Tiyasa (Seniman Musik)
  3. Richardus Ardita (Seniman Musik)
  4. Sabina Thipani (Seniman Musik)

 

Acara ini terselenggara dengan dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation

SHARE

subscribe icon
Stay connected with PSBK.